Catatan Kecil sebelum membaca 😊
Catatan ini catatan yang kembali dituliskan pada tahun 2017, dengan kenangan tersisa dari tahun 2014 mencoba mereka reka dan menyambung menjadi satu cerita perjalanan. Kondisi perjalanan tidak dibandingakan dengan pengalaman tahun 2016 ketika bersama rombongan kesana lagi. Jadi inilah cerita ketika saya mengunjungi Kampung Waerebo pada tahun 2014.
Kampung Waerebo, Manggarai Barat, NTT.
23 Mei 2014
Setelah 4h3m ditemani laut, bukit, ikan, panasnya matahari, sejuknya angin malam dan segala keindahan manjakan mata, terombang ambing dilaut Taman Nasional Komodo, akhirnya tiba saatnya melanjutkan perjalanan. Tujuan saya adalah Kampung Waerebo.
2thn yang lalu memimpikan perjalanan ke Waerebo akhirnya tgl 23 pagi jam 6 pagi meluncur melewati jalanan membelah bukit,hutan, sungai, kali, sawah bahkan melintasi pantai utara yang ternyata cikal bakal masuknya leluhur yang masyarakat waerebo.
Konon nenek moyang berasal dr Minangkabau berlabuh di Pantai Utara, kemudian bermukim Dinangapa, beralih ke Todo, bergeser keatas daerah Popo dan berakhirlah di Kampung Waerebo.
Karena ini pertama kalinya beta melakukan perjalan jauh seorang diri, dengan bantuan Om Tam ( om manis bae hati punya 😀) saya mendapat "kawalan" cowok kelahiran Bajawa bernama Andre untuk overland dari Barat nya Flores sampai Timurnya Flores.
Dari Labuan Bajo, ketong mengambil arah perjalanan menuju Ruteng, disajikan pemandangan sawah, sungai dan bahkan laut. Desa Dintor adalah desa yang terdekat dengan Desa Denge. Desa Terakhir sebelum melakukan pendakian menuju kampung Waerebo.
Loc : Pemandangan jalur desa menuju Desa Denge |
Loc : Sungai Membelah Jembatan menuju Desa Dintor |
Kampung Denge, Kampung dengan populasi penduduk terbanyak adalah masyarakat Manggarai Barat dan Kampung Waerebo yang bersekolah atau yang tinggal dan bekerja di "bawah" ( pinjam istilah mereka 😁)
Loc : Pantai Desa Dintor |
Kampung Denge dengan kesederhananya mampu menjamu setiap pengunjung dengan cinta kasih. Penginapan Wejangasih dengan pemilik Bapak Blasius generasi ke 18 dari silsilah Kampung Adat Waerebo. Pelopor wisata Waerebo boleh dibilang orang pertama yang merintis sehingga Kampung Waerebo seterkenal seperti sekarang. Dengan menempel poto Kampung Waerebo di penginapan Rima Ruteng, berhasil mendatangkan wisatawan mancanegara. Sampai akhirnya tahun 2008, seorang penduduk Indoensia yang tinggal diluar negeri melihat Foto Kampung Waerebo disebuah Coffee Shop dan dijelaskan oleh pemilik Coffee shop yang notebene orang asing yang mengunjunginya. Kembali ke Indonesia, Beliau mengumpulkan semua data tentang Kampung Waerebo dan tergabunglang 15orang wisatawan Indonesia pertama yang merupakan peneliti dan ilmuwan yang mengunjungi Kampung Waerebo
(Sumber Cerita : Bapak Blasius dan buku Terbitan Gramedia : Pesan dari Waerebo)
Bapak Blasius -Guru Di Desa Denge, Keturunan Ke-18 dari Kampung Waerebo |
Melakukan perjalanan menuju Waerebo merupakan pembelajaran hidup untuk beta. Bagaimana melatih kesabaran berjalan mendaki menurun dengan semua keindahan tersaji..berusaha menghilangkan rasa sombong dan ambisi untuk bisa menyelesaikan perjalanan ini..sangat hati hati melangkahkan kaki ditemani dengan beranekaragaman kicau burung sungguh suatu pengalaman yang tidak bisa diungkapkan dengan kata kata.
Berjalan dr jam 6.30 pagi menempuh 3 pos, pos 1 daerah terbuka sehingga banyak para pejalan akan menyerah terlebih dahulu. perkiraan sekitar 1-2 jam untuk menempuh Pos 1. Sehingga kata Pak Blasius "kalo nona bisa lolos pos 1, aman sudah itu". Dan demi impian yang terpendam saya terus melangkah.
Pos 2 mendaki diselimuti hutan yang terbelah, tonggak tonggak catatan kilometer tertancap kokoh disetiap tikungan. Ini tikungan deng dia pung tanjakan benar benar sonde abis abis..sudah berkali kali berhenti tapi tetap kembali melangkah. Seingat beta setiap 20 langkah beta berhenti dan ditunggu oleh Andre dan Om dari belakang beta.
Pos 3 menurun dengan daerah hutan dan batuan, sudah mulai menikmati indahnya kabut dan mentari pagi yang menggoda dibalik bukit. Sempat teriak teriak karena ada lintah menempel dikaki, beta jadi bahan tertawaan Andre deng Om. Tak apalah yang penting senang hahahaa..
Pos 4 ooohhmamaaa..begitu melihat gubuk peristrahatan di pos 4 beta rasa sudah seperti liat nasi deng sayur rumpu rampe panas siap santap..rasa macam lega yang tidak bisa dijelaskan. Di pos ini lah om Alex kami memukul kentungan pertanda tamu akan datang, masyarakat berharap siap siap. Sekira begitulah maksud dan tujuannya supaya para tetua adat akan bersiap menyambut dan melakukan upacara penyambutan. Pengunjung akan didoakan untuk keselamatanya dan kesehatanya, ungkapkan rasa bersyukur telah selamat menempuh perjalanan. Ditemani Om ALex yg bertugas melindungi, sebagai penunjuk jalan dan membawa perlengkapan beta. Jam 11.30 beta berhasil mencapai Waerebo, disambut sukacita warga Waerebo.
Pict : Depan Rumah Gendang, rumah tempat tinggal Tetua Adat and tempat dimana meyimpang gendang gendang untuk upacara adat. Alat musik tersebut digantung diikat di tiang tiang penyangga |
Pict : Rumah Ketujuh - Rumah untuk para pengunjung. Rumah yang direnovasi oleh para ilmuwan 15 orang pada tahun 2008. |
Par puas makan deng minum kopi..kopi pung enak su macam sonde ada kopi lain didunia..beta pamitan den Bapa Rafael. Beruntung beta bisa bertemu langsung, berfoto, makan bersama, mendengar banyak cerita dari bapa Rafael termasuk dengan cerita mistis dong. Memang selama perjalan beta su rasa sadikit..ketemu deng akang ular kobra itam, su macam beta teriak abis..Memang menurut Bapak Rafael, memang jalan masih banyak binatang liar dan bahaya makanya perlu kawalan Om Alex. Adalagi cerita pung orang terdahulu, menurut mitos kalau sampai gerbang kampung, sebaiknya langsung menuju Rumah Gendang untuk Upacara adat dan pengucapan Syukur telah selamat sampai tujuan. Setelah selesai baru diperbolehkan menikmati kampung. Jika bersikeras mengambil gambar pas depan gerbang sebelum upacara adat, dijamin akan blurr..alias sonde ada gambarnya.
( sonde = tidak, beta = saya)
Satu yang saya bangga, masyarakat Kampung Waerebo sangat ramah, tulus dan benar benar tidak komersil. Sepanjang perjalanan bertemu deng beberapa orang bapa bapa yang bawa belanjaan, hasil kebun dll, bapa akan berhenti dan memberi salm dan kenalan. menyebutkan nama dan bertanya hal yang sama. Pertama kali salaman beta rasa aneh deng malu, tapi lama kelamaan malah beta yang pertama kali salaman...😊
Tidak komersil yang beta maksud disini, tidak dibiasakan anak anak meminta minta kepada para pengunjung..hanya dengan foto foto atau bermain bersama saja mereka sudah bahagia. Jadi untuk teman teman semua sebaiknya tidak memberi uang deng makanan/minuman untuk katong pung adek adek. bawalah buku buku atau lainnya buat mereka membaca..sayang adek sayang masa depan adek hooo.
(katong = kita)
Karena beta tidak menginap, jadi beta jalan kembali ke Desa Denge jam 2 siang dan sampai dengan selamat Jam 5:30. Jam malam buat penghuni lain (kata Om Blasius)..Jadi Nona harus usahakan sampe keluar ujung hutan jam 5 sore dan beta berhasiilll..Walaupun ditengah jalan Pos 1 dihadang Ular hijau panjang..Baku lari baku teriak dan Om Alex tetap kalem mengusir. Ular tidak dibunuh yah ..hanya diusir dari jalur jalan katong.
Jadi beta semakin percaya deng mitos mitos ini..harus menghargai tetua dahulu..harus menghargai deng permintaan alam..kalo kata orang timur : ale mesti rasaaa..😊
Begitu sampai penginapan, Om Blasius menyambut ucapkan selamat..
Nona kuat..kuat sekali (sambil pegang deng beta pung tangan dang bahu).
Secara beta pulang pergi dalam satu hari sonde menginap di kampung atas...bawa badan berat 82kg, deng lutut sedikit bermasalah plus deng samua cerita mitos..mo tidak lai beta kuat..😀😁😂
(walaupun malam tidur betis rasa "bekonde"hebat, pinggang mo patah..demam..tandas rhemacyl satu tablet)
Deng beta pung no 467 tanggal 24 Mei 2014, asal Bogor, Pegawai Swasta.
Data di buku pengunjung Kampung Waerebo.
No comments:
Post a Comment