Serpihan "Surga" di Tanah Sumba
Sebelum bercerita tentang tempat-tempat indah di tanah Sumba, ada baiknya kita mengenal sedikit cerita tentang Pulau Sumba.
Pulau Sumba, sebuah Pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Banyak yang salah artikan Sumba dengan Sumbawa (NTB). Bahkan berkali saya mengirimkan peta Pulau Sumba dan peta Pulau Sumbawa untuk menjelaskan perbedaan antara Sumba dan Sumbawa.
Pulau yang berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur dan Benua Australia di selatan dan tenggara pulau. Secara admisnitratif, dulu hanya terbagi dalam dua kota besar yaitu Waingapu dan Waikabubak. Seiring denga pemekaran wilayah, Pulau Sumba terbagi menjadi empat wilayah besar :
1. Kabupaten Sumba Timur dengan Ibukota Waingapu
2. Kabupaten Sumba Tengah dengan Ibukota Waibakul
3. Kabupaten Sumba Barat dengan Ibukota Waikabubak
4. kabupaten Sumba Barat Daya dengan Ibukota Tambolaka
![]() |
Peta Pulau Sumba. Sumber : Google |
Sebagian besar penduduk menganut kepercayaan animisme Marapu, sebelum akhirnya memeluk ajaran agama Kristen dan Katholik. Sedangkan untuk Agama Islam dapat ditemui di wilayah pesisir pantai seperti area Pantai Pero. Merapu mencakup roh-roh orang meninggal, tempat-tempat suci, bahkan benda-benda pusaka dan instrument yang menjadi penghubung yang digunakan untuk berkomunikasi dengan dunia roh. Konsep merapu inilah yang mempengaruhi bangunan dalam rumah adat Sumba.
Rumah yang paling khas adalah uma mbatangu ("rumah berpuncak") dari Sumba Timur yang memiliki puncak tinggi di bagian tengah. Atap ini terbuat dari jerami, alang-alang dan agak mirip dengan puncak tengah pada rumah adat Jawa joglo. Rumah dengan puncak paling besar dikenal sebagai uma bungguru. Rumah ini adalah rumah utama klan dan menjadi tempat penting untuk ritual yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan klan, misalnya upacara pernikahan, pemakaman, dan sebagainya. Rumah besar juga merupakan rumah tinggal permanen bagi orang tertua di desa. Jenis lainnya adalah rumah uma kamadungu ("rumah botak") yang tidak memiliki puncak tengah. (sumber : Google)
Rumah adat Sumba biasa memiliki tata letak berbentuk persegi. Empat tiang utama penopang atap puncak dari rumah ini, memiliki simbolisme mistis. Sebuah rumah adat Sumba dapat menampung satu hingga beberapa keluarga. Dua pintu masuk diposisikan di kiri dan kanan rumah. Tidak ada jendela di rumah adat Sumba, ventilasi udara melalui lubang kecil di dinding, yang terbuat dari anyaman dahan sawit atau selubung pinang. Tanduk kerbau sering digunakan sebagai penghias dinding sebagai pengingat pengorbanan masa lalu. (Sumber Google dan cerita penduduk lokal)
Salah Satu Contoh Rumah Adat Sumba. |
Penduduk Pulau Sumba pun masih sangat menjunjung nilai adat istiadat. Ini bisa dibuktikan dengan upacara berdirikan rumah, upacara kematian, upacara pernikahan dan masih banyak lagi yang sarat dengan tata cara penyelengaraan masing-masing. Contohnya untuk pernikahan, sang pengantin pria harus sanggup memenuhi "seserahan" tanda resmi atau syarat pernikahan seperti sejumlah ternak kuda, sapi/kerbau, babi atau ayam.
Contoh lain ketika menerima tamu, penduduk lokal akan menyajikan sirih pinang terlebih dahulu kemudian baru minuman atau makanan kecil. Sebagai tanda hormat, tamu pun harus "nginang" atau memakan sirih pinang tersebut.
Sebagian kehidupan penduduk pun, masih sangat sederhana untuk daerah pedesaan. Seperti tumbuk padi dan tapis beras pun masih dilakukan.
![]() |
Gadis Desa Gollu Menapis beras - pict by @sriindriati2 |
Selain terpesona dengan kesederhanaan dan kearifan lokal, para pengunjung akan disihir dengan keindahan alamnya. Berikut beberapa lokasi yang sebut sebagai 'serpihan surga' di Tanah Sumba.
Sumba Timur
Ibukota Kabupaten Sumba Timur adalah Waingapu. Lokasi yang kemudian sangat terkenal karena menjadi setting lokasi syuting film "Pendekar Tongkat Emas" yang dibesut oleh sutradara dan produser terkenal Indonesia Mbak Mira Lesmana dan Bang Riri Reza.
1. Bukit Wairinding
Menempati posisi pertama ketika wisatawan bicara tentang Sumba. Berada sekitar 45 menit berkendaraan dari Kota Waingapu, Bukit Wairinding ini juga sangat cantik ketika matahari terbit. Musim kemarau maupun menghujan, bukit ini tetap mempesona dengan kuning keemasannya ataupun hijau rerumputan seperti bentangan karpet. Jadi silahkan memilih waktu untuk mengunjunginya, apakah April - Oktober atau Oktober - April.
Bukit Wairinding. |
2. Pantai Walakiri
Lokasi favorit kedua di Sumba Timur ini adalah Pantai Walakiri. Terkenal dengan lambain "penari" pohon bakaunya, menjadi incaran pengunjung ketika matahari terbenam. Dapat ditempuh sekitar 1 jam 20 menit dari Kota Waingapu, pantai ini kemudian sangat terkenal lewat postingan di social media seperti Instagram denga berbagai macam pose para pengunjungnya.
![]() |
Senja di Pantai Walakiri |
Selain matahari terbenam dan keindahan lekuk "penari" bakau, Pantai Walakiri ini juga sangat indah ketika laut surut, karena timbulnya pulau pasir membentang kurang lebih 1 km dengan pasir yang lembut.
![]() |
Bentangan Pasir timbul Pantai Walakiri |
3. Purukambera (Savannah)
Savanna Purukambera mampu menyihir banyak mata pengunjung. Walaupun ketika berkunjung sempat mengumpulkan sampah bekas nasi kotak dari pengunjung sebelumnya, tidak menyurutkan niat kami menikmatinya.
Oh iya Purukambera ini selain savannahnya, pantainya juga cantik untuk duduk menikmati sejenak.
![]() |
Padang Rumput Purukambera |
4. Pantai Purukambera
Tidak jauh dari hamparan savannah, deburan ombak menyapa pengunjung untuk bersantai sejenak.
![]() |
Pantai Purukambera |
5. Pantai Watuparunu
Menurut saya, Pantai Watuparunu ini juga tidak kalah cantik dari Pantai Walakiri. Kita akan dibuat terkagum-kagum dengan batu karst raksasa yang berdiri tegak dibibir pantai. Jarak tempuh sekitar 1,5jam dari Pantai Walakiri atau sekitar 2,5-3jam dari Kota Waingapu.
Can you spot someone there ?? |
6. Pantai Tarimbang
Pantai dengan struktur pasir yang sangat halus, berwarna putih susu dengan pohon jomblonya menjadi tujuan lain untuk wisatawan yang berkunjung. Sekitar 2,5- 3jam dari Kota Waingapu.
![]() |
Senja di Pantai tarimbang thn 2015 |
7. Bukit Raksasa Tidur
Satu lagi lokasi tujuan wisata di perbatasan antara Waingapu dan Waikabubak. Bukit Raksasa Tidur dapat dijumpai searah perjalanan menuju Waikabubak (Sumba Barat). Bukit Raksasa ini berwujud Wajah raksasa dengan tangan yang disamping badan.
Bukit Raksasa Tidur
|
Seperti orang tidur tapi dengan ukuran besar sehingga dinamakan Bukit Raksasa Tidur.
Sumba Barat
Sumba Barat dengan Ibukota Waikabubak, sekitar 3jam 13 min perjalanan dari Waingapu atau sekitar 137.5km. Berkesempatan mengunjungi beberapa tempat sudah cukup membuat tersihir.
8. Air Terjun Lapopu
Air terjun Lapopu dapat ditempuh kurang lebih 34 menit dari jantung kota Waikabubak. Debit air yang tidak pernah menurun bahkan di musim kemarau menjadikan Air Terjun Lapopu ini sebagai instalasi vital pemerintah yaitu PLTA Lapopu.
Dengan tiket perorang Rp.5000 dan mobil Rp 10.000, kita sudah bisa menikmati sejuknya air terjun ditemani oleh kupu-kupu berwarna putih susu yang berterbangan disekitar lokasi.
![]() |
Air Terjun Lapopu |
9. Pantai Lailiang
Sejalur dengan Air terjun Lapopu, ada sebuah serpihan 'surga' indah lainnya yang dapat dijelalah. Dapat ditempuh kurang lebih 1 jam 34 menit dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun dua, Pantai Lailiang ini terkenal dengan 'nyanyian' batu di bibir pantai. 'Nyanyian' ini akan terdengar ketika ombak menyapu bebatuan kecil yang ada di bibir pantai dan ketika ombak kembali tarikan ombak menyebabkan batu bergesekan dan menimbulkan suara 'nyanyian' khasnya.
Satu yang perlu diwaspadai ketika berkunjung ke pantai ini adalah gigitan agasnya sangat gatal. Pengunjung diwajibkan menggosokan autan atau anti serangga lainnya secara merata dan benar sehingga tidak ada celah buat sang agas untuk memangsa kita 😂
Terlepas dari serangan agas, pantai ini jamin buat kita merasa seperti melihat serpihan atau puzzle terbuang begitu sampai pada belokan, jalan yang menurun menambah sensasi mengintip pantai diantara belantara pepohonan
![]() |
Pantai Lailiang |
10. Kampung Adat Prai'jing
Puas bermain dengan pasir lembutnya pantai dan sejuknya air terjun, saatnya kita berinteraksi dengan masyarakat sumba yang masih memilih tinggal di beberapa lokasi kampung adat. Kampung adat pertama yang kami kunjungi adalah Kampung Adat Par'ijing. Disini kami masih bisa melihat aktivitas sehari-hari. Para wanita menenun, menjaga anak dll. Para Laki-lakinya bertenak, berkebun bahkan ada yang sudah bekerja di ibukota Waikabubak.
Rumah adat di sini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian bawah untuk memelihara hewan ternak, bagian tengah untuk penghuninya, dan bagian atas atau menara untuk menyimpan bahan makanan. Konon pada tahun 2000, Kampung Prai'jing mengalami musibah kebarakan yang membumi hanguskan kampung ini, sehingga yang dari 42 rumah adat kini hanya tersisa 20 rumah.
![]() |
Kampung Adat Prai'jing |
11. Kampung Adat Gollu
Tidak jauh dari Kampung Adat Prai'jing, kami berkesempatan mengunjungi satu kampung adat lagi. Kampung adat yang boleh dibilang berbeda dengan yang lain. Masih asli/original, sampai ke anak-anak kecilnya pun masih menikmati dunia kanak-kanaknya tanpa ikutan anak-anak kampung lain yang memaksa tamu dengan meminta uang.
Senyum anak-anak ini membuat kami betah berlama-lama. Bahkan kami ikut menumbuk padi dan belajar menampis beras. Foto-foto bersama pun dengan senang hati tanpa harus embel-embel permen atau uang. Hebaattt !!. Terimakasih untuk masih 'murni' adik-adik kecil kami.
![]() |
Senyum malu-malu adik di Kampung Gollu |
Gampang-gampang susah memang menumbuk padi. Kami yang notabene tidak pernah mencoba pun harus agak sedikit adu tangan dengan alu yang dipakai. Keriuhan pun muncul karena adik-adik ini mentertawakan kami dan semua bahagia di sore hari itu.
![]() |
Belajar tumbuk padi di Kampung Adat Gollu |
12. Kampung Adat Tarung
Satu kampung adat terakhir yang kami jelajahi di daerah Sumba Barat adalah Kampung Adat Tarung. satu-satunya kampung adat yang terletak di kawasan Ibukota Waikakbubak. Sekitar 3-5 menit pun kami sudah bisa sampai ke lokasi.
Kampung Adat Tarung masih menyusung tipe rumah adat dengan atap tinggi ini, termasuk kampung adat yang aktif melakukan perdagangan atau jual beli kain tenun, pernak-pernik gelang dan lain-lain. Adik-adik kecil ini dengan gigih menawarkan daganganya yang menurut saya lebih baik dibandingkan anak-anak kampung lain yang hanya mendadak menyampiri kami untuk minta uang 2000 atau dengan kata-kata minta uang untuk sekolah.
Terlepas dari sekelumit cerita tentang perubahan karateristik anak-anak dikampung adat, Tanah Sumba masih tetap mempesona.
![]() |
Pejuang-pejuang kecil sedang berdagang di kampung Tarung |
Masyarakat Kampung Adat Tarung menganut kepercayaan Merapu, agama nenek moyang masyarakat di sini. Pada bulan suci, Wula Phodu, masyarakat mengadakat ritual dengan pagelaran musik, tarian adat, dan pemberian sesaji oleh Rato (Ketua Adat). Biasanya Wula Phodu digelar pada bulan Oktober atau November, tergantung posisi bulan. (Sumber Google)
13. Waikelo Sawah
Langkah kaki kami pun masih berlanjut menuju arah luar kota Waikabubak sekitar kurang lebih 1jam mengunakan kendaraan roda empat bernama Waikelo Sawah. Waikelo Sawah terletak di Desa Tema Tena, Kecamatan Wewewa Timur merupakan PLTA pertama di Pulau Sumba. Surga mata air yang tidak pernah kering. Sebenarnya Waikelo Sawah ini bisa dibilang bendungan atau dam untuk irigasi daerah sekitarnya.
![]() |
Bendungan Waikelo Sawah |
Terlepas dari fungsinya, konon ada hikayat atau cerita rakyat yang dipercaya oleh masyarakat setempat tentang keberadaan surga mata air termasuk kisah awal mulanya padi (sawah-sawah) yang ada didaerah ini.
Mari menghormati cerita yang ada dan tetap menikmati
![]() |
Surga Mata Air yang tidak pernah kering - Waikelo Sawah |
Sumba Barat Daya
Kabupaten Sumba Barat Daya adalah salah satu dari 16 Kabupaten yang dimekarkan pada tahun 2006. Bagian Kota yang terletak diujung sebelah kiri peta Pulau Sumba ini pun menampakan pertumbuhanyang sangat berarti. Sangat signifikan dengan terakhir kunjungan kami pada tahun 2015.
14. Pantai Mandorak
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah the best "water blow" beach. Pantai Mandorak dengan ciri khas hempasan ombak dan celah cekungan pantai yang terjepit diantara dua karang. Sangat Indah dengan air laut nya yang biru kehijauan
![]() |
Selamat Datang di Pantai Mandorak |
Jam berkunjung pun harus diakalin supaya kita bisa menikmati 'water blow'. Bulan Agustus saya datang berdua dengan teman sekitar jam 10 pagi. We were sooo damn lucky to have those amazing water blow.
![]() |
Amazing Water Blow - Pantai Mandorak |
Hanya sekitar 1 jam 20 menit perjalan dari pusat kota, kita sudah bisa menikmati keindahan yang tidak kalah keindahan tanah Bali. Ya Kan ??? 😀
15. Weekuri Lake / Weekeri Lagoon
Dengan lokasi yang sejajar dengan Pantai Mandorak, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi incaran para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Sumba. Weekuri Lake atau Weekuri Lagoon.
![]() |
The best picture ever!!! Kunjunga di tahun 2015 di Weekuri Lake |
Weekuri Lake dikelilingi tebing karang yang langsung bersebelahan dengan laut. Air di danau ini payau, campuran air laut yang masuk dari celah-celah tebing dengan air tawar dari mata air sehingga jika anda berenang di sini akan terasa kombinasi hangat dan dingin di beberapa area danau, thermocline.
Air danau sangat jernih sehingga saya dapat melihat jelas pasir putih di dasar, ataupun batuan yang membuat "corak" di Weekuri Lake.
![]() |
Weekuri Lake |
Dengan perubahan di beberapa sudut dengan menambahkan tangga untuk turun dan menara loncat disisi seberangnya, hanya dengan uang sumbangan seikhlasnya tanpa patokan, gajebo-gajebo untuk istrahat, kamar mandi semakin menjadikan Weekuri Lake ini ramai dikunjungi baik oleh wisatawan maupun penduduk lokal terutama di hari sabtu dan minggu.
16. Pantai Mbawana
Puas menikmati indahnya Weekuri Lake, perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Mbawana. Pantai yang menjadi ciri khas Pulau Sumba ini bisa tempuh kurang lebih 1 jam 30 menit dari Weekuri Lake. Pada tahun 2015, tidak punya kesempatan turun kebawah dikarenakan jalur trekking yang belum terbuka.
![]() |
Menikmati Pantai Mbawana pada tahun 2015 |
Pada tahun 2017 bulan Agustus berkesempatan mengunjungi Pantai Mbawana untuk pertama kali setelah jalur trekkingnya dibuka. Dinding-dinding karang ditambah tangga buatan terbuat dari semen, sudah cukup buat pengunjung untuk turun.
![]() |
Jalur trekking naik turun ke Pantai Mbawana |
Naik turunpun jadi lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Cukup aman juga karena ketika naik kita bisa merayap sambil memegang anak tangga karang dan tangga buatan dari semen ini
![]() |
Pantai Mbawana |
17. Pantai Tana Mete
Satu lagi 'serpihan surga' ditanah Sumba adalah Pantai Tana Mete. Selemparan koin alias jarak yang sangat dekat dengan Pantai Mbawana, membuat pantai ini juga sering disinggahi. Pantai dengan struktur pasir yang halus pun mengisi cerita saya ketika berkunjung pada tahun 2015.
![]() |
Trekking diatas karang disisi kanan Pantai Tana Mete |
18. Pantai Manangaaba / Pantai Kita
Bicara tentang 'serpihan surga' ditanah Sumba, sangatlah tidak lengkap jika kita tidak bercerita tentang pengalaman menikmati cantiknya sunset atau matahari terbenam ditanah Sumba.
Pantai pertama yang benar-benar asik buat 'nongkrong' menghabiskan waktu untuk menunggu sunset adalah Pantai Kita Manangaaba / Pantai Kita.
![]() |
Sunset di Pantai Kita (Sept 2017) |
Dikarenakan posisi pantai ini yang strategis, kita tidak hanya bisa menikmati sunset tapi kita juga bisa menikmati sunrise dengan semburat yang indah dibalik pulau depan Pantai Kita seperti yang kami lakukan pada tahun 2015
![]() |
Semburat matahari pagi Pantai Kita (Thn 2015) |
19. Pantai Pero
Pantai dengan mayoritas masyarakatnya pemeluk Agama Islam ini, menjadi labuhan terakhir kami untuk menikmati serpihan surga ditanah Sumba. Dengan karateristik karang dan pasir yang halus, pantai ini menjadi tempat 'nongkrong' disore hari.
Tidak akan rugi menunggu dan bersabar jika hasilnya seperti ini kan ?? 😍😍
![]() |
Sunset di Pantai Pero |
20. Kampung Adat Ratenggaro
Selain jajaran pantai yang memukau di Sumba Barat Daya ini, masih ada satu lokasi yang patut dikunjungi. Kampung Adat Ratenggaro.
Kampung ini memiliki keunikan pada rumah adat (Uma Kelada) dengan menara yang menjulang tinggi mencapai 15 meter, berbeda dengan rumah - rumah adat di kampung lainnya yang tinggi menaranya hanya mencapai 8 meter.
![]() |
Kampung Adat Ratenggaro |
Ratenggaro yang berarti Kubur Garo ini menjadi terkenal karena adanya 304 buah kubur batu dan 3 diantaranya berbentuk unik yang terletak dipinggir laut dan merupakan kuburan bersejarah. Masyarakat dikampung ini masih mempraktekkan tradisi Marapu dan adat istiadat peninggalan leluhur seperti kampung - kampung lain pada umumnya yang ada di kabupaten Sumba Barat Daya.
![]() |
salah satu kuburan dipinggir pantai |
Lokasi situs Kampung Ratenggaro berdekatan dengan situs kampung Wainyapu yang juga terletak di pinggir pantai dan muara sungai Waiha dengan bentangan pantai berpasir putih yang terus diterjang oleh gelombang pantai selatan yang sangat kuat dengan gulungan ombak yang panjang.
![]() |
Pantai Pasir Putih |
Kampung Ratenggaro juga sering di datangi oleh wisatawan kapal pesiar karena terletak di pinggir pantai dan terlihat jelas dari kejauhan ketika berada di atas kapal, serta sangat mudah dijangkau dari bibir pantai dengan berjalan kaki.
![]() |
Muara Sungai Waiha |
Masih ragu untuk berkunjung ketanah Sumba ??
Tanah dengan sekian banyak 'serpiha surga' yang bisa membuat kita berpaling dari Bali atau Lombok. Masih banyak tempat indah lainnya disini menunggu kalian untuk explore. So let's goooo 😀😇
Semoga Cerita ini bermanfaat
Selamat Jalan-Jalan, Semoga Kita Bisa Jalan Bersama
Love from Sumba Island 😁