Thursday, October 5, 2017

Serpihan "Surga" di Tanah Sumba


Serpihan "Surga" di Tanah Sumba




Sebelum bercerita tentang tempat-tempat indah di tanah Sumba, ada baiknya kita mengenal sedikit cerita tentang Pulau Sumba.



Pulau Sumba, sebuah Pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Banyak yang salah artikan Sumba dengan Sumbawa (NTB). Bahkan berkali saya mengirimkan peta Pulau Sumba dan peta Pulau Sumbawa untuk menjelaskan perbedaan antara Sumba dan Sumbawa.



Pulau yang berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur dan Benua Australia di selatan dan tenggara pulau. Secara admisnitratif, dulu hanya terbagi dalam dua kota besar yaitu Waingapu dan Waikabubak. Seiring denga pemekaran wilayah, Pulau Sumba terbagi menjadi empat wilayah besar :

1. Kabupaten Sumba Timur dengan Ibukota Waingapu
2. Kabupaten Sumba Tengah dengan Ibukota Waibakul
3. Kabupaten Sumba Barat dengan Ibukota Waikabubak
4. kabupaten Sumba Barat Daya dengan Ibukota Tambolaka

Peta Pulau Sumba. Sumber : Google
Sebagian besar penduduk menganut kepercayaan animisme Marapu, sebelum akhirnya memeluk  ajaran agama Kristen dan Katholik. Sedangkan untuk Agama Islam dapat ditemui di wilayah pesisir pantai seperti area Pantai Pero. Merapu mencakup roh-roh orang meninggal, tempat-tempat suci, bahkan benda-benda pusaka dan instrument yang menjadi penghubung yang digunakan untuk berkomunikasi dengan dunia roh. Konsep merapu inilah yang mempengaruhi bangunan dalam rumah adat Sumba. 

Rumah yang paling khas adalah uma mbatangu ("rumah berpuncak") dari Sumba Timur yang memiliki puncak tinggi di bagian tengah. Atap ini terbuat dari jerami, alang-alang dan agak mirip dengan puncak tengah pada rumah adat Jawa joglo. Rumah dengan puncak paling besar dikenal sebagai uma bungguru. Rumah ini adalah rumah utama klan dan menjadi tempat penting untuk ritual yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan klan, misalnya upacara pernikahan, pemakaman, dan sebagainya. Rumah besar juga merupakan rumah tinggal permanen bagi orang tertua di desa. Jenis lainnya adalah rumah uma kamadungu ("rumah botak") yang tidak memiliki puncak tengah. (sumber : Google)

Rumah adat Sumba biasa memiliki tata letak berbentuk persegi. Empat tiang utama penopang atap puncak dari rumah ini, memiliki simbolisme mistis. Sebuah rumah adat Sumba dapat menampung satu hingga beberapa keluarga. Dua pintu masuk diposisikan di kiri dan kanan rumah. Tidak ada jendela di rumah adat Sumba, ventilasi udara melalui lubang kecil di dinding, yang terbuat dari anyaman dahan sawit atau selubung pinang. Tanduk kerbau sering digunakan sebagai penghias dinding sebagai pengingat pengorbanan masa lalu. (Sumber Google dan cerita penduduk lokal)

Salah Satu Contoh Rumah Adat Sumba. 


Penduduk Pulau Sumba pun masih sangat menjunjung nilai adat istiadat. Ini bisa dibuktikan dengan upacara berdirikan rumah, upacara kematian, upacara pernikahan dan masih banyak lagi yang sarat dengan tata cara penyelengaraan masing-masing. Contohnya untuk pernikahan, sang pengantin pria harus sanggup memenuhi  "seserahan" tanda resmi atau syarat pernikahan seperti sejumlah ternak kuda, sapi/kerbau, babi atau ayam. 



Contoh lain ketika menerima tamu, penduduk lokal akan menyajikan sirih pinang terlebih dahulu kemudian baru minuman atau makanan kecil. Sebagai tanda hormat, tamu pun harus "nginang" atau memakan sirih pinang tersebut.



Sebagian kehidupan penduduk pun, masih sangat sederhana untuk daerah pedesaan. Seperti tumbuk padi dan tapis beras pun masih dilakukan.


Gadis Desa Gollu Menapis beras - pict by @sriindriati2
Selain terpesona dengan kesederhanaan dan kearifan lokal, para pengunjung akan disihir dengan keindahan alamnya. Berikut beberapa lokasi yang sebut sebagai 'serpihan surga' di Tanah Sumba.

Sumba Timur

Ibukota Kabupaten Sumba Timur adalah Waingapu. Lokasi yang kemudian sangat terkenal karena menjadi setting lokasi syuting film "Pendekar Tongkat Emas" yang dibesut oleh sutradara dan produser terkenal Indonesia Mbak Mira Lesmana dan Bang Riri Reza.

1. Bukit Wairinding

Menempati posisi pertama ketika wisatawan bicara tentang Sumba. Berada sekitar 45 menit berkendaraan dari Kota Waingapu, Bukit Wairinding ini juga sangat cantik ketika matahari terbit. Musim kemarau maupun menghujan, bukit ini tetap mempesona dengan kuning keemasannya ataupun hijau rerumputan seperti bentangan karpet. Jadi silahkan memilih waktu untuk mengunjunginya, apakah April - Oktober atau Oktober - April. 

Bukit Wairinding.

2. Pantai Walakiri

Lokasi favorit kedua di Sumba Timur ini adalah Pantai Walakiri. Terkenal dengan lambain "penari" pohon bakaunya, menjadi incaran pengunjung ketika matahari terbenam. Dapat ditempuh sekitar 1 jam 20 menit dari Kota Waingapu, pantai ini kemudian sangat terkenal lewat postingan di social media seperti Instagram denga berbagai macam pose para pengunjungnya.

Senja di Pantai Walakiri
Selain matahari terbenam dan keindahan lekuk "penari" bakau, Pantai Walakiri ini juga sangat indah ketika laut surut, karena timbulnya pulau pasir membentang kurang lebih 1 km dengan pasir yang lembut.

Bentangan Pasir timbul Pantai Walakiri

3. Purukambera (Savannah)

Savanna Purukambera mampu menyihir banyak mata pengunjung. Walaupun ketika berkunjung sempat mengumpulkan sampah bekas nasi kotak dari pengunjung sebelumnya, tidak menyurutkan niat kami menikmatinya.
Oh iya Purukambera ini selain savannahnya, pantainya juga cantik untuk duduk menikmati sejenak.

Padang Rumput Purukambera

4. Pantai Purukambera



Tidak jauh dari hamparan savannah, deburan ombak menyapa pengunjung untuk bersantai sejenak.

Pantai Purukambera

5. Pantai Watuparunu

Menurut saya, Pantai Watuparunu ini juga tidak kalah cantik dari Pantai Walakiri. Kita akan dibuat terkagum-kagum dengan batu karst raksasa yang berdiri tegak dibibir pantai. Jarak tempuh sekitar 1,5jam dari Pantai Walakiri atau sekitar 2,5-3jam dari Kota Waingapu.

Can you spot someone there ??

6. Pantai Tarimbang

Pantai dengan struktur pasir yang sangat halus, berwarna putih susu dengan pohon jomblonya menjadi tujuan lain untuk wisatawan yang berkunjung. Sekitar 2,5- 3jam dari Kota Waingapu. 

Senja di Pantai tarimbang thn 2015




7. Bukit Raksasa Tidur

Satu lagi lokasi tujuan wisata di perbatasan antara Waingapu dan Waikabubak. Bukit Raksasa Tidur dapat dijumpai searah perjalanan menuju Waikabubak (Sumba Barat). Bukit Raksasa ini berwujud Wajah raksasa dengan tangan yang disamping badan.


Bukit Raksasa Tidur

Seperti orang tidur tapi dengan ukuran besar sehingga  dinamakan Bukit Raksasa Tidur.




Sumba Barat 

Sumba Barat dengan Ibukota Waikabubak, sekitar 3jam 13 min perjalanan dari Waingapu atau sekitar 137.5km. Berkesempatan mengunjungi beberapa tempat sudah cukup membuat tersihir.

8. Air Terjun Lapopu

Air terjun Lapopu dapat ditempuh kurang lebih 34 menit dari jantung kota Waikabubak. Debit air yang tidak pernah menurun bahkan di musim kemarau menjadikan Air Terjun Lapopu ini sebagai instalasi vital pemerintah yaitu PLTA Lapopu. 

Dengan tiket perorang Rp.5000 dan mobil Rp 10.000, kita sudah bisa menikmati sejuknya air terjun ditemani oleh kupu-kupu berwarna putih susu yang berterbangan disekitar lokasi.

Air Terjun Lapopu




9. Pantai Lailiang


Sejalur dengan Air terjun Lapopu, ada sebuah serpihan 'surga' indah lainnya yang dapat dijelalah. Dapat ditempuh kurang lebih 1 jam 34 menit dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun dua, Pantai Lailiang ini terkenal dengan 'nyanyian' batu di bibir pantai. 'Nyanyian' ini akan terdengar ketika ombak menyapu bebatuan kecil yang ada di bibir pantai dan ketika ombak kembali tarikan ombak menyebabkan batu bergesekan dan menimbulkan suara 'nyanyian' khasnya.

Satu yang perlu diwaspadai ketika berkunjung ke pantai ini adalah gigitan agasnya sangat gatal. Pengunjung diwajibkan menggosokan autan atau anti serangga lainnya secara merata dan benar sehingga tidak ada celah buat sang agas untuk memangsa kita 😂

Terlepas dari serangan agas, pantai ini jamin buat kita merasa seperti melihat serpihan atau puzzle terbuang begitu sampai pada belokan, jalan yang menurun menambah sensasi mengintip pantai diantara belantara pepohonan

Pantai Lailiang

10. Kampung Adat Prai'jing

Puas bermain dengan pasir lembutnya pantai dan sejuknya air terjun, saatnya kita berinteraksi dengan masyarakat sumba yang masih memilih tinggal di beberapa lokasi kampung adat. Kampung adat pertama yang kami kunjungi adalah Kampung Adat Par'ijing. Disini kami masih bisa melihat aktivitas sehari-hari. Para wanita menenun, menjaga anak dll. Para Laki-lakinya bertenak, berkebun bahkan ada yang sudah bekerja di ibukota Waikabubak.



Rumah adat di sini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian bawah untuk memelihara hewan ternak, bagian tengah untuk penghuninya, dan bagian atas atau menara untuk menyimpan bahan makanan. Konon pada  tahun 2000, Kampung Prai'jing mengalami musibah kebarakan yang membumi hanguskan kampung ini, sehingga yang dari 42 rumah adat kini hanya tersisa 20 rumah.

Kampung Adat Prai'jing

11. Kampung Adat Gollu

Tidak jauh dari Kampung Adat Prai'jing, kami berkesempatan mengunjungi satu kampung adat lagi. Kampung adat yang boleh dibilang berbeda dengan yang lain. Masih asli/original, sampai ke anak-anak kecilnya pun masih menikmati dunia kanak-kanaknya tanpa ikutan anak-anak kampung lain yang memaksa tamu dengan meminta uang.

Senyum anak-anak ini membuat kami betah berlama-lama. Bahkan kami ikut menumbuk padi dan belajar menampis beras. Foto-foto bersama pun dengan senang hati tanpa harus embel-embel permen atau uang. Hebaattt !!. Terimakasih untuk masih 'murni' adik-adik kecil kami.

Senyum malu-malu adik di Kampung Gollu

Gampang-gampang susah memang menumbuk padi. Kami yang notabene tidak pernah mencoba pun harus agak sedikit adu tangan dengan alu yang dipakai. Keriuhan pun muncul karena adik-adik ini mentertawakan kami dan semua bahagia di sore hari itu.

Belajar tumbuk padi di Kampung Adat Gollu

12. Kampung Adat Tarung

Satu kampung adat terakhir yang kami jelajahi di daerah Sumba Barat adalah Kampung Adat Tarung. satu-satunya kampung adat yang terletak di kawasan Ibukota Waikakbubak. Sekitar 3-5 menit pun kami sudah bisa sampai ke lokasi.

Kampung Adat Tarung masih menyusung tipe rumah adat dengan atap tinggi ini, termasuk kampung adat yang aktif melakukan perdagangan atau jual beli kain tenun, pernak-pernik gelang dan lain-lain. Adik-adik kecil ini dengan gigih menawarkan daganganya yang menurut saya lebih baik dibandingkan anak-anak kampung lain yang hanya mendadak menyampiri kami untuk minta uang 2000 atau dengan kata-kata minta uang untuk sekolah.

Terlepas dari sekelumit cerita tentang perubahan karateristik anak-anak dikampung adat, Tanah Sumba masih tetap mempesona.

Pejuang-pejuang kecil sedang berdagang di kampung Tarung
Masyarakat Kampung Adat Tarung menganut kepercayaan Merapu, agama nenek moyang masyarakat di sini. Pada bulan suci, Wula Phodu, masyarakat mengadakat ritual dengan pagelaran musik, tarian adat, dan pemberian sesaji oleh Rato (Ketua Adat). Biasanya Wula Phodu digelar pada bulan Oktober atau November, tergantung posisi bulan. (Sumber Google)

13. Waikelo Sawah

Langkah kaki kami pun masih berlanjut menuju arah luar kota Waikabubak sekitar kurang lebih 1jam mengunakan kendaraan roda empat bernama Waikelo Sawah.  Waikelo Sawah terletak di Desa Tema Tena, Kecamatan Wewewa Timur merupakan PLTA pertama di Pulau Sumba. Surga mata air yang tidak pernah kering. Sebenarnya Waikelo Sawah ini bisa dibilang bendungan atau dam untuk irigasi daerah sekitarnya.

Bendungan Waikelo Sawah

Terlepas dari fungsinya, konon ada hikayat atau cerita rakyat yang dipercaya oleh masyarakat setempat tentang keberadaan surga mata air termasuk kisah awal mulanya padi (sawah-sawah) yang ada didaerah ini. 
Mari menghormati cerita yang ada dan tetap menikmati



Surga Mata Air yang tidak pernah kering - Waikelo Sawah



Sumba Barat Daya 


Kabupaten Sumba Barat Daya adalah salah satu dari 16 Kabupaten yang dimekarkan pada tahun 2006. Bagian Kota yang terletak diujung sebelah kiri peta Pulau Sumba ini pun menampakan pertumbuhanyang sangat berarti. Sangat signifikan dengan terakhir kunjungan kami pada tahun 2015. 

14. Pantai Mandorak

Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah the best "water blow" beach. Pantai Mandorak dengan ciri khas hempasan ombak dan celah cekungan pantai yang terjepit diantara dua karang. Sangat Indah dengan air laut nya yang biru kehijauan
Selamat Datang di Pantai Mandorak
Jam berkunjung pun harus diakalin supaya kita bisa menikmati 'water blow'. Bulan Agustus saya datang berdua dengan teman sekitar jam 10 pagi. We were sooo damn lucky to have those amazing water blow.


Amazing Water Blow - Pantai Mandorak


Hanya sekitar 1 jam 20 menit perjalan dari pusat kota, kita sudah bisa menikmati keindahan yang tidak kalah keindahan tanah Bali. Ya Kan ??? 😀


15. Weekuri Lake / Weekeri Lagoon

Dengan lokasi yang sejajar dengan Pantai Mandorak, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi incaran para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Sumba. Weekuri Lake atau Weekuri Lagoon. 


The best picture ever!!! Kunjunga di tahun 2015 di Weekuri Lake

Weekuri Lake dikelilingi tebing karang yang langsung bersebelahan dengan laut. Air di danau ini payau, campuran air laut yang masuk dari celah-celah tebing dengan air tawar dari mata air sehingga jika anda berenang di sini akan terasa kombinasi hangat dan dingin di beberapa area danau, thermocline. 


Air danau sangat jernih sehingga saya dapat melihat jelas pasir putih di dasar, ataupun batuan yang membuat "corak" di Weekuri Lake.

Weekuri Lake
Dengan perubahan di beberapa sudut dengan menambahkan tangga untuk turun dan menara loncat disisi seberangnya, hanya dengan uang sumbangan seikhlasnya tanpa patokan, gajebo-gajebo untuk istrahat, kamar mandi semakin menjadikan Weekuri Lake ini ramai dikunjungi baik oleh wisatawan maupun penduduk lokal terutama di hari sabtu dan minggu.


16. Pantai Mbawana

Puas menikmati indahnya Weekuri Lake, perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Mbawana. Pantai yang menjadi ciri khas Pulau Sumba ini bisa tempuh kurang lebih 1 jam 30 menit dari Weekuri Lake. Pada tahun 2015, tidak punya kesempatan turun kebawah dikarenakan jalur trekking yang belum terbuka.

Menikmati Pantai Mbawana pada tahun 2015
Pada tahun 2017 bulan Agustus berkesempatan mengunjungi Pantai Mbawana untuk pertama kali setelah jalur trekkingnya dibuka. Dinding-dinding karang ditambah tangga buatan terbuat dari semen, sudah cukup buat pengunjung untuk turun.

Jalur trekking naik turun ke Pantai Mbawana

Naik turunpun jadi lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Cukup aman juga karena ketika naik kita bisa merayap sambil memegang anak tangga karang dan  tangga buatan dari semen ini

Pantai Mbawana

17. Pantai Tana Mete

Satu lagi 'serpihan surga' ditanah Sumba adalah Pantai Tana Mete. Selemparan koin alias jarak yang sangat dekat dengan Pantai Mbawana, membuat pantai ini juga sering disinggahi. Pantai dengan struktur pasir yang halus pun mengisi cerita saya ketika berkunjung pada tahun 2015.

Trekking diatas karang disisi kanan Pantai Tana Mete

18. Pantai Manangaaba / Pantai Kita

Bicara tentang 'serpihan surga' ditanah Sumba, sangatlah tidak lengkap jika kita tidak bercerita tentang pengalaman menikmati cantiknya sunset atau matahari terbenam ditanah Sumba.

Pantai pertama yang benar-benar asik buat 'nongkrong' menghabiskan waktu untuk menunggu sunset adalah Pantai Kita Manangaaba / Pantai Kita. 

Sunset di Pantai Kita (Sept 2017)



Dikarenakan posisi pantai ini yang strategis, kita tidak hanya bisa menikmati sunset tapi kita juga bisa menikmati sunrise dengan semburat yang indah dibalik pulau depan Pantai Kita seperti yang kami lakukan pada tahun 2015

Semburat matahari pagi  Pantai Kita (Thn 2015)



19. Pantai Pero

Pantai dengan mayoritas masyarakatnya pemeluk Agama Islam ini, menjadi labuhan terakhir kami untuk menikmati serpihan surga ditanah Sumba. Dengan karateristik karang dan pasir yang halus, pantai ini menjadi tempat 'nongkrong' disore hari. 

Tidak akan rugi menunggu dan bersabar jika hasilnya seperti ini kan ?? 😍😍

Sunset di Pantai Pero

20. Kampung Adat Ratenggaro

Selain jajaran pantai yang memukau di Sumba Barat Daya ini, masih ada satu lokasi yang patut dikunjungi. Kampung Adat Ratenggaro.

Kampung ini memiliki keunikan pada rumah adat (Uma Kelada) dengan menara yang menjulang tinggi mencapai 15 meter, berbeda dengan rumah - rumah adat di kampung lainnya yang tinggi menaranya hanya mencapai 8 meter.

Kampung Adat Ratenggaro

Ratenggaro yang berarti Kubur Garo ini menjadi terkenal karena adanya 304 buah kubur batu dan 3 diantaranya berbentuk unik yang terletak dipinggir laut dan merupakan kuburan bersejarah. Masyarakat dikampung ini masih mempraktekkan tradisi Marapu dan adat istiadat peninggalan leluhur seperti kampung - kampung lain pada umumnya yang ada di kabupaten Sumba Barat Daya.
salah satu kuburan dipinggir pantai

Lokasi situs Kampung Ratenggaro berdekatan dengan situs kampung Wainyapu yang juga terletak di pinggir pantai dan muara sungai Waiha dengan bentangan pantai berpasir putih yang terus diterjang oleh gelombang pantai selatan yang sangat kuat dengan gulungan ombak yang panjang.

Pantai Pasir Putih


Kampung Ratenggaro juga sering di datangi oleh wisatawan kapal pesiar karena terletak di pinggir pantai dan terlihat jelas dari kejauhan ketika berada di atas kapal, serta sangat mudah dijangkau dari bibir pantai dengan berjalan kaki.

Muara Sungai Waiha

Masih ragu untuk berkunjung ketanah Sumba ??
Tanah dengan sekian banyak 'serpiha surga' yang bisa membuat kita berpaling dari Bali atau Lombok. Masih banyak tempat indah lainnya disini menunggu kalian untuk explore. So let's goooo 😀😇

Semoga Cerita ini bermanfaat

Selamat Jalan-Jalan, Semoga Kita Bisa Jalan Bersama

                

Love from Sumba Island 😁
                 

Sunday, October 1, 2017

"Tengik" Squad on Board

"Tengik" Squads on Board 



Cerita kali ini tentang perjalanan para wanita menjelajahi Taman Nasional Komodo (TNK). Mengelilingi pulau-pulau dengan paket Sail Komodo 4hr3mlm.
Perjalanan ini menjadi istimewa, karena ini awal dari perjalanan saya setelah resign dari kerja kantoran dan menggeluti hobi jalan-jalan saya. Sambil jalan-jalan sambil cari duit lah yah hahahaa...



Dari postingan di Facebook tentang Paket Sail Komodo 4hr3mlm, peserta terdaftar 8 orang, tapi kemudian tersisa 5 orang dan saya. Heboh kan yah chatting di whatsapp grup, jauh-jauh hari sebelum perjalanan ini bahkan dimulai. Beberapa hari sebelum hari-H, rombongan dari Jakarta ( Kak Hinsa, G'ma Jo, Jeng Vera dan saya) sengaja janjian di PIM 1 untuk bertukar cerita, saling mengenal dan shoppiiinng baju-baju ama celana gemas 😋



Ngomong-ngomong tentang celana gemas, maksudnya hot pant. Biar para wanita ini bebas bergerak dan "look sexy" begitu katanya. Jadilah berburu beberapa celana gemas dengan warna-warni cerah. Ujung-ujungnya istilah celana gemas ini berubah nama menjadi "celana umpan". Maksudnya umpan untuk menarik perhatian para lelaki hhahaaa..*kidding.


Waktu bergulir, saat hari H tgl 25 Juni 2017 rombongan Bogor ( Jeng Vera, Kaka Ita, G'ma Jo) bertemu di Damri Bogor sekitar jam 16:30 sore. Mengantisipasi macetnya jalan dan perkiraan bahwa banyak yang keluar jalan-jalan dan mobilisasi Bandara, jadilah kami menutuskan untuk berangkat lebih awal. Sekitar 1,5jam kemudian kami sudah sampai di Terminal 3 Utimate Garuda. Proses check in dan drop bagasi yang cepat, bertemu dengan Kak Hinsa depan counter check-in juga berjalan dengan lancar. Jadilah kami berkumpul bersama, ngopi dan menikmati bekal lebaran yang dibawa dari rumah 😋


Terminal 3 Ultimate Garuda

Terminal yang menjadi perbincangan banyak orang ketika baru diresmikan, dan ini ketiga kalinya saya menikmati kenyamananya. Begitu luas dengan branded store yang cukup menggoda, coffeeshop, food corner, dan banyak lagi. Personally, saya suka dengan terminal 3 ini walaupun besar dan luas tapi harusnya seperti inilah Bandara International. Memberikan "lebih" dari sekedar bandara. Kira-kira terminal 1 & 2 juga bisa gak yah seperti ini ?? *ngareepp.com hahhaaa

Te Quiero Hotel, Bali

It was kind of bad experinces with this hotel. Maksud hati beristrahat beberapa jam karena pesawat ke Labuan Bajonya pagi sekitar jam 7 pagi, rombongan akhirnya setuju untuk menginap semalam di hotel. Dengan pertimbangan hanya beberapa jam dan references transit hotel dari seorang teman, jatuhlah pilihan di Te Quiero. Memilih online booking via Booking.com, pembayaran dari beberapa bulan sebelumnya dan sudah lunas dengan rate IDR 160.000/malam/kamar dengan fasilitas drop bandara. Begitu tiba harinya, kami pun meluncur ke hotel yang ternyata hanya selompatan katak katanya receptionist. Petugas Front Office tidak ada hanya Kitchen Staff yang melayani kami, bincang punya bincang menurut nya biaya yang kami bayarkan hanya biaya pajak kamar hotel, dan kami diharuskan membayarkan IDR 160.000/kamar lagi untuk bisa check in. Sungguh gak masuk akal, keributan dan adu argumenpun terjadi ditengah malam. Dan kami yang waras pun akhirnya pergi meninggalkan hotel itu dan memilih tidur di bandara. Yaahh lumayan lah ngerasain tidur dilantai bandara sambil memendam amarah tentang kasus hotel ini. Melayangkan 'complain email" pun dilakukan dan mengutuk diri sendiri tidak akan lagi melakukan bookingan seperti ini. Untung punya teman jalan yang mengerti jadilah menikmati bersih-bersih, cuci muka dan ganti baju di bandara hahhaaa..anyway this is very good lesson!!!

Welcome to Labuan Bajo

Dengan Garuda kami kembali membelah langit Denpasar menuju Labuan Bajo. Perkiraan sampai 09:25. Duduk bersebelahan dengan seorang cowok, dengan badan lelah dan mata yang tidak bisa diajak kompromi, saya pun terus tertidur di pesawat. Hanya terbangun sesaat, mengambil gambar, pembagian snack dan kembali tertidur..hahahaa yaeyalaahh hayati lelah belum tidur dari semalam..
Dan gak disangka, teman duduk dipesawat ini teman yang nantinya bergabung dalam open trip sail komodo ini. Dunia sempit saudara!!! hahahaha


"Tengik" squads minus Jeng Eve


Pulau Kelor

Pulau pertama yang kami kunjungi, ini trekking dengan 45 derajat posisi bukit dipulau ini, berpasir, bebatuan, licin dan sangat tidak disarankan menggunakan sendal jepit atau slippers yang licin. Sebaiknya menggunakan sandal gunung atau sepatu kets untuk melindungi kaki dan demi keamaan kita sendiri ketika trekking. 


Pulau Kelor ini pulau tidak berpenghuni dan menjadi salah satu ikon TNK. Walaupun jalur trekkingnya yang "gak asik" (kalo kata anak muda sekarang mah) tapi tetap Pulau Kelor mampu menyihir banyak orang untuk berpose terbukti dengan banyaknya poto-poto yang berseliweran di sosmed.


"tengik"squads no#1 diatas Pulau Kelor 

Pulau Rinca

Pulau kedua dihari pertama sailing komodo ini, termasuk salah satu Pulau favorit dengan binatang Komodo. Banyak yang memilih untuk mengunjungi pulau ini karena relatif lebih mudah untuk bertemu dengan Abang Komo. Sekali ketemu Abang Komo bisa 3-5 ekor yang sedang santai berjemur seolah-olah menunggu untuk dipoto oleh para pengunjung. Sebelum memasuki lebih dalam Pulau Rinca, para pengunjung akan dibriefing oleh para ranger, tentang bagaimana pulau ini, bagaimana trik aman menghadapi si Abang Komo termasuk informasi tentang para pengunjung wanita yang sedang datang bulan untuk tidak disarankan ke pulau ini. Terkecuali jika pengunjung wanita tersebut sudah memasuki hari 5-6 dimana sudah tidak berdarah merah dan berbau (maaf agak sensitif untuk berbicara ini) tapi harus diinformasikan demi keamanan kita semua.

Sedikit tentang si Abang Komo ini, penduduk lokal menyebutnya Ora. Merupakan predator no 1 di rantai kehidupan di pulau ini. Termasuk famili biawak, Si Abang Komo ini merupakan binatang langka dunia yang hidup di Indonesia, penciuman yang tajam bisa menjangkau 20-50meter. Dan yang pasti larinya kencang loohhh. Si Abang Komo ini juga akan memangsa sesamanya jika sudah tidak punya makanan, sehingga banyak bayi-bayi Komodo setelah lahir akan hidup dipohon-pohon untuk menghindari dan menyelamatkan diri sebagai mangsa para Abang Komo yang besar.
Jadi ini sekilas tentang si Abang Komo yaahhh..Jangan takut untuk datang, berpoto dan trekking di Pulau Rinca ini, asal mengikuti semua infomasi dan selalu patuh kepada ranger.

Si Abang Komo


Pulau Kambing



Pulau ketiga yang kami kunjungi, disini kami menikmati senja yang indah dibibir pantai. Senja yang indah menutup hari. 


Full "tengik" squads


Pulau Padar

Boleh dibilang Pulau Padar ini sekarang jadi ikon terkenalnya Taman Nasioal Komodo. Tidak sah kalo tidak ke Pulau Padar 😀😋

"tengik" squad no #2 on the peak of Padar island

Hari kedua sailing komodo ini sudah diisi dengan keringat mengingat trekking ke Pulau Padar tidak mudah. Banyak yang jatuh terpeleset karena licinnya jalur trekking (termasuk Kaka dan G'ma Jo 😅). Untuk dapat poto seperti diatas pun harus antri dan giliran. So jangan tunggu sampai Pulau Padar sudah kayak pasar baru datang yah. Buruaannn !!!! Tapi seh kalo mau sepi, pas bulan puasa lumayan sepi *katanyaaa hahahhaha


Oh iya, jangan lupa untuk memakai alas kaki yang nyaman, tidak licin, dan kuat yah untuk keselamatan kita sendiri. Kenapa ??? Karena terus terang jalur trekkingnya licin, pasir tanah, batu-batu kecil. Seperti Jeng Vera, yang menggunakan sandal tapi tidak licin jadi dia aman naik turun Pulau Padar. Salah satu triknya, injak rumput sebagai tumpuan, tapi ada juga yang terjebak jatuh karena alas kaki yang licin. Jadi harus yakin dan persiapkan dengan matang semua peralatanya. Biar aman, gak lucu kan pulang-pulang dari tanah flores badan bonyok disana-sini 😁😂..Apa kata dunia nanti hahhaah


Pink Beach atau Pantai Pink


"tengik"squad no#4 in dolphin floats at Pink Beach


Pantai dengan pasir berwarna pink yang sudah tidak pink lagi. Kenapa saya menyebut begini ?? Tahun 2014 masih sangat pink, kemudian di tahun 2016 datang kesana juga masih pink walaupun sudah ada sedikit  memudar. Kemudian kembali pada tahun ini 2017, terasa beda. Pink nya hanya akan terlihat jika kita memotret dari atas bukit sisi kanan-kiri dari pantai. atau bahkan memotret lurus sejajar dengan obyek saat ombak menyapu binir pantai. Naaah baru kelihatan pinknya. Selebihnya jika dilihat kasat mata pink nya sudah memudar. Tapi jangan kuatir Pantai Pink ini masih jadi tujuan favorit para wisatawan. Dan semoga tidak punah ke-pink-an nya yah.

Gili Laba atau Gili Lawa

Meneruskan perjalanan menuju Gili Lawa atau yang biasa disebut dengan Gili Laba. Senja menyambut ketika sampai dipulau ini. Kami pun turun untuk menikmati perbukitan dan aksi foto-fotopun berlanjut hahahaa
formasi komplit "tengiks" squads

Buat teman-teman yang belum mengunjungi Gili Lawa, haruuusss mengunjungi ini. Selain Pulau Padar yang menjadi ikon, menurut saya Gili Lawa ini pun tidak kalah cantiknya. Dengan bentangan padang rumputnya, bukit-bukitnya, pluuussss ngejar sunrisenya disini top banget.
cakep kan ???

ini sunrise di Gili Lawa

seperti diluar negri kan ?? 😀


Manta Point

Laut flores terkenal dengan pemandangan underwaternya. Salah satunya adalah Manta Ray. Manta sejenis Ikan Pari tetapi tidak berbisa alias stingless. Jadi banyak para pengunjung yang memilih free dive atau snorkling dilokasi ini untuk bertemu dengan Sang Manta..bukan Manta(n) yah hahaa


Sang Manta 



Pulau Gusung

Satu lagi lokasi indah di Taman Nasiobal Komodo adalah Pulau Gusung. Bentangan gugusan pasir yang muncul ketika kondisi laut surut dengan latar belakang hijau laut dan pulau menambah indah lokasi ini.
ini nih Pulau Gusung

Pulau Kanawa

The most famous island menurut orang-orang 😁. Underwaternya keren banget. Dari jetty nya ajah sudah bisa terlihat gugusan coral, ikan-ikan, penyu bahkan kalau beruntung kita bisa melihat ikan hiu muda alias anak ikan hiu berenang. Pada tahun 2014, pulau ini tidak memperbolehkan kapal lain berlabuh di dok nya selain wisatawan yang menginap di resort tersebut, seiring waktu kebijakan berubah termasuk kepemilikan berpindah tangan sehingga diperbolehkan kapal-kapal untuk berlabuh dan mengunjungi Pulau Kanawa secara gratis. Boleh duduk-duduk dipinggir pantai dan menikmati sajian di cafenya *asal bayar hahahaa

am floating like a boss 

Labuan Bajo

Selesai dari Pulau Kanawa, kapal kami kembali menuju dermaga Labuan Bajo untuk mengakhiri perjalanan sailing kami. Menikmati matahari terbenam di Labuan Bajo is also a must!!! 😀. Gak akan bosan deh untuk menikmati sunset disini, karena semuanya indah.

Senja di Labuan Bajo
Ada beberapa lokasi yang bisa dikunjungi selama tinggal di Labuan Bajo. Antara lain :
- Gua Batu Cermin
- Air Terjun/ Cunca Wulang
- Air Terjun / Cunca Rami
- Goa Rangko
- Bukit Cinta
- Bukit Sylvia (sunset & sunrise point)

Tetapi karena terbatasnya waktu kami, jadilah hanya mengunjungi Gua Batu Cermin di hari terakhir kami. Dengan bekal karcis masuk idr 10.000/orang, kita bisa menikmati salah satu keajaiban alam ini. Dan yang pasti harus dengan penuh daya imajinasi yang tinggi yang untuk mengenal bentuk batu-batu didalam gua. Yang paling jelas tertangkap kasat mata adalah perumpamaan Bunda Maria, berbentuk telapak manusia dan forsil berbentuk kura-kura. 

Gua batu cermin ini ditemukan oleh seorang Pastor Belanda yang juga seorang arkeolog pada tahun 1951 dengan hipotesis bahwa Pulau Flores terletak didasar laut. Pernyataan ini berdasarkan temuan coral dan fosil satwa laut didinding gua seperti yang disebut diatas.  Jika siang Sinar matahari  masuk ke gua melalui dinding-dinding gua, dan memantulkan cahayanya di dinding batu sehingga merefleksikan cahaya kecil ke areal lain dalam gua sehingga terlihat seperti cermin. Stalagtit  dan stalagnit dalam gua terlihat berkilauan saat disinari cahaya senter maupun cahaya matahari. Kilauan ini disebabkan oleh kandungan garam di  dalam air yang mengalir di saat turun hujan. Hal inilah yang membuat masyarakat sekitar menyebut gua ini dengan gua batu cermin. 

Waktu terbaik mengunjungi Gua ini antara jam 12:00 - 12:30 siang. Dimana matahari beradak pas dipuncak kepala kita. Tapi sayang ketika kami berkunjung siang menjelang sore jadi tidak bisa menyaksikan pantulan cahayanya. Satu lagi yang buat unik, sepanjang jalan menuju Gua, kita disuguhi rimbunan pohon bambu. Kenapa dibilang unik ? karena pohon bambunya berduri.  Bukan hanya mawar berduri,  bambu pun diflores berduri 😀😀

stalagtit & stalagnit bercahaya ketika terkena sinar senter

bambu berduri kakaaa




Selesai sudah perjalanan 4H3M 'tengiks' squads di labuan bajo. Oh iya kenapa dikasih nama 'tengiks" ?? Jangan berpikiran yang macam-macam dulu yah. Buka kelakuan kami yang tengiks tapi karena cerita dikapal yang membuat kami sepakat untuk menyebut diri kami "tengiks" squads.

Cerita dikapal apa yah ?? hahahha edit ah biar hanya kami yang tahu


Salam dari "tengiks" squads.


Selamat Jalan-Jalan, Semoga Bisa Jalan Bersama

salam 'tengiks"



Pengalaman Glamping di Trizara Resort

Untuk merayakan ulang tahun Bu DM alias Madam yang ke-50, kita mutusin untuk liburan ke Bandung. Lihat-lihat lokasi dan hotel dilakukan via ...