Wednesday, November 1, 2017

Kelimutu Jaman Now

Kelimutu Jaman Now



Tahun 2017, punya kesempatan mengunjungi Danau Kelimutu dalam kurun waktu berdekatan. Awal Bulan Juli bersama rombongan trip Eastcape Indonesia ( notabene trip punya sendiri 😁) mengawal Ibu Tini, Ibu Wiwik, Ibu Ziska, Ibu Sylvia dan Mbak Ririn, saya menyaksikan matahari terbit dari tugu/puncak Danau Kelimutu. Dan minggu kedua Bulan Agustus saya mendampingi "Genk Congkak" 😀 yang digawangi oleh Jeng Eni & Jeng Anna dkk. DImana waktu terbaik (sesuai dengan cuaca) adalah bulan Juli dan Agustus. Dan saya beruntung untuk datang dikedua bula tersebut.

Merah merona cahaya mentari pagi ini benar-benar cantik dan bukan hanya rombongan kami yang menyaksikan, bersama puluhan pengunjung kami menikmati pagi indah ini. Bukan cuman kami, "tamu" ditanah sendiri pun hadir ikut menikmati pesona Danau Kelimutu ini.

"tamu" dirumah sendiri

"Tamu" pagi ini pun tidak menganggu. Mereka selalu datang "menyapa"pengunjung yang hanya sadar akan keberadaan mereka. Ketika banyak pengunjung yang mengerubungi "Sang Tamu" mulai berlalu turun ke arah pepohonan pinggir dinding danau. 


Mentari Pagi Danau Kelimutu. Cantik kan ???




Danau Kelimutu ini sendiri pun menyimpan cerita. Kalau mengingat masa kecil yang saya habiskan di Ende, Saya menyebut Danau Kelimutu ini semacam danau "tukang makan orang" 😔. Banyak cerita pengunjung yang jatuh atau celaka dan tidak pernah ditemukan. Entah itu cerita para Orang Tua untuk menakuti saya atau gimana tapi danau "tukang makan orang" ini benar-benar buat saya takut. Ditambah cerita tentang perjalanan menuju kesana yang kiri jurang kanan tebing bukit yang bisa sewaktu-waktu runtuh. Ataupun cerita tentang ular besar yang menggulung diban mobil dan masih banyak cerita lain nya. Seram penuh misterius.

Ketika beranjak dewasa (sekarang dah tuaaa 😋), teknologi makin canggih saya pun mulai mencari tahu lebih banyak tentang Danau Kelimutu dan sejarahnya. Dititik inilah mulai memahami ketakutan saya sehingga saya menyebut danau "tukang makan orang".  Karena dinding atau pijakan pinggiran danau yang ringkih sehingga pada musim hujan menjadi tidak stabil dan menyebabkan ada pengunjung jaman dulu yang tergelincir jatuh kedalam dan sudah tidak bisa diselamatkan.
Bayangkan bagaimana pikiran anak kecil saya yang berkhayal bahwa danau itu makan seperti "makan" dan menelan orang hahahaa..tanpa penjelasan tentang mengapa itu terjadi, saya ketakutan sendiri 😀😀

Dibandingkan dengan sekarang tahun 2017, sekeliling danau pun sudah diberi pagar termasuk pager besi ringan dipinggir tangga menuju menjadi lebih aman. Dengan papan bertuliskan dilarang melanggar pagar masih saja ada pengunjung terutama "bule" yang melanggar. Mementingkan foto selfie tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri. Belum tau nanti di"makan" ama danau 😓😇

Sejarah Danau Kelimutu

Kelimutu merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata "mutu" yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna - warna yang ada di dalam danau. 
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Tiwu Ata Polo merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Tiwu Ata Mbupu merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.

Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh orang lio Van Such Telen,  tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu juga.
Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992. (sumber wikipedia)

Dua Danau yang menghadap ke arah Tugu Puncak Danau

Danau yang terletak sebelah kiri tangga puncak atau belakang tugu puncak


Para penduduk di sekitar Danau Kelimutu percaya, bahwa pada saat danau berubah warna, mereka harus memberikan sesajen bagi arwah orang - orang yang telah meninggal. Jaman sekarang pun tradisi ini masih berlanjut menjadi Festival Danau Kelimutu dengan Upacara Ritual Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata atau yang sering disebut dengan Ritual Pati Ka ini dimaksudkan untuk mengucapkan rasa syukur di tahun yang telah terlewati, serta memanjatkan doa terakhir demi kemakmuran hidup, kesehatan dan kehidupan yang menyenangkan di tahun mendatang. 

Menuju Danau Kelimutu

Danau Kelimutu berada di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, atau sekira 66 km dari perbatasan Ende dan 83 kilometer dari Maumere. Moni adalah sebuah desa di kaki Gunung Kelimutu dan merupakan pintu masuk ke Danau Kelimutu. Jarak antara Moni dan Kelimutu adalah 15 km.
Untuk bisa menikmati matahari terbit atau sunrise, pengunjung harus berangkat dari penginapan di Desa Moni paling lambat jam 4. Sekitar 30 - 45 menit menuju parkiran Taman Nasional Kelimutu. Masih melanjutkan perjalanan menuju puncak tugu sekitar kurang kebih 15 menit, kita sudah bisa menikmati indahnya danau ini. Untuk menghilangkan udara dingin, banyak penjaja makanan seperti pop mie, jagung rebus, telur rebus ataupun kopi flores siap melayani pengunjung.
Setiap hari ada penerbangan dari Denpasar dan Kupang ke Maumere. Menuju Ende terdapat penerbangan harian yang hanya dioperasikan dari Kupang di Pulau Timor. Jika Anda tertarik untuk melakukan perjalanan menyebrangi antar pulau maka dapat mulai dari Maumere di timur dan mengunjungi Kelimutu, Ende, Bajawa, Ruteng, dan berakhir di Labuan Bajo (untuk melihat Pulau Komodo) atau pulang pergi jika Anda berangkat dari barat.

Jadi jika dibandingkan dengan cerita jaman dulu ketika masih kecil, logikapun bekerja dengan baik. Mengingat struktur dan karateristik kepulauan di Tanah Flores, yang akhirnya memang hampir semua jalan berkelok-kelok, dengan pembandangan bukit/tebing batu dan jurang. 
Untuk Ular yang gede, itu jaman dulu mungkin ada, kalau jaman now ada juga tapi tidak banyak yang turun dijalanan 😀.


Selamat Jalan-Jalan, Semoga Bisa Jalan Bersama


Salam,
Sri





Pengalaman Glamping di Trizara Resort

Untuk merayakan ulang tahun Bu DM alias Madam yang ke-50, kita mutusin untuk liburan ke Bandung. Lihat-lihat lokasi dan hotel dilakukan via ...